Sebagai seorang Career Coach, sy menyadari bahwa setiap manusia diberikan “modal” dari Sang Pencipta berupa KEKUATAN untuk meraih kesuksesan dalam hidup.
Tentu, menjadi sangat penting jika karyawan menyadari apa yang menjadi kekuatan dirinya, sehingga dia bisa memilih posisi/jabatan yang dapat mengoptimalkan kekuatannya tersebut. Tapi realitanya, dalam beberapa survey sederhana yang kusisipkan dalam pelatihanku, saat kuminta peserta untuk membuat list 5 kekuatan dan 5 kelemahan diri, maka list yang seringkali terisi penuh terlebih dahulu adalah kelemahan.
Kusadari, umumnya penyebabnya adalah pola didik dari sejak kecil.
Sangatlah baik jika sebagai orang tua, kita menyadari kekuatan dan kelemahan anak kita. Hanya saja seringkali kita terjebak HANYA fokus kelemahannya bukan kekuatannya. Akhirnya orang tua lebih menghabiskan waktu, tenaga dan uang pada program perbaikan & peningkatan kelemahan anak (kekuatan bentukan), dan membiarkan kekuatan alami-nya.
Kelemahan memang perlu ditingkatkan paling tidak sampai level memenuhi standard jika itu memang penting untuk dikuasai, tapi jangan pernah memaksakan anak untuk mencapai excellent di kelemahannya.
Jika kami mau fokus pada kelemahan-nya, anakku Gavin (9 tahun) itu very introvert, kurang dalam Communication & Social Skills-nya, sulit fokus menyimak & memahami pengajaran dll. Memang kami berupaya meningkatkannya karena mau bekerja apapun nantinya Communication & Social Skills penting untuk dikuasai, tapi kami juga belajar untuk mengembangkan kekuatannya, yaitu systematic thinking, problem solving, building & pioneering.
Salah satunya dalam bentuk hadiah Natal yang kami berikan kepada Gavin. Bukan sekedar mainan, akan tetapi mainan lego technic yang berfokus pada pemberdayaan kekuatannya.
Butuh total 8 jam (terbagi dalam 2 hari) untuk Gavin merakit-nya, tapi semua dilakukan dengan penuh semangat karena itu kekuatan dan passion-nya.
Kupercaya, dengan kesadaran sejak kecil akan kekuatannya, Gavin akan lebih siap dalam meraih kesuksesan dalam hidupnya kelak.
)CoachRob